Powered By Blogger

Minggu, 04 Desember 2011

menjadi manusia yang baik


Menjadi Manusia yang Baik
1        Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sedangkan moralitas berasal dari bahasa latin yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sumber lain menyatakan bahwa moral mempunyai arti tuntutan perilaku dan keharusan masyarakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip di belakang keharusan tersebut (Thompson dan Thompson, 1981 ; lih. Doheny, Cook, Stoper, 1982).
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, AS Hornby mengartikan etika sebagai sistem dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan perilaku. Sedangkan moral berarti prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk.
Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh Curtin, yaitu etika merupakan suatu disiplin yang diawali dengan mengidentifikasi, mengorganisasi,menganalisis, dan memutuskan perilaku manusia dengan menerapkan prinsip-prinsip untuk mendeterminasi perilaku yang baik terhadap suatu situasi yang dihadapi.
Berkaitan dengan etika dan moral terdapat pula istilah etiket yang merupakan cara atau aturan yang sopan dalam berhubungan sosial. Sedangkan etiket profesional berarti perilaku yang diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan kapasitas profesionalnya (Tabbner, 1981).
2        Etika Kewajiban dan Etika Keutamaan
Dalam penilaian etis padab taraf populer dapat dibedakan dua macam pendekatan.  Kita dapat memandang perbuatan dan mengatakan bahwa perbuatan itu baik atau buruk, adil atau tidak adil, jujur atau tidak jujur. Di sini kita menunjuk bukan kepada prinsip atu norma, melainkan kepada sifat watak atau akhlak yang dimiliki orang itu atau justru tidak dimilikinya. Kita berbicara tentang bobot moral (baik buruknya) orang itu sendiri dan bukan tentang bobot moral salah satu perbuatannya.
Etika kewajiban mempelajari prinsip- prinsip dan aturan- aturan moral yang berlaku untuk perbuatan kita. Etika ini menunjukkan norma- norma dan prinsip- prinsip mana yang perlu diterapkan dalam hidup moral kita.
Etika keutamaan mempunyai orientasi yang lain. Etika ini tidak begitu menyoroti perbuatan satu demi satu, tapi lebih memfokuskan manusia itu sendiri. Etika ini mempelajari keutamaan (virtue), artinya sifat watak yang dimiliki manusia. Etika ini mengarahkan fokus perhatiannya pada being manusia, sedangkan etika kewajiban menekankan doing manusia.
Pada awal sejarah filsafat di Yunani Sokrates, Plato dan Aristoteles telah meletakkan dasar bagi etika ini dan berabad- abad lamanya etika keutamaan dikembangkan terus. Etika kewajiban dalam bentuk murni baru tampil di zaman modern dan agak cepat mengesampingkan etika keutamaan. Etika keutamaan terutama mulai ditinggalkan sejak tumbuhnya dua tradisi pemikiran moral yang sebetulnya cukup berbeda, masing- masing dipelopori oleh filsuf Inggris David Hume (1711- 1776) dan filsuf Jerman Immanuel Kant (1724- 1804). Kalau kita membandingkan, misalnya, edisi pertama (1963) dan edisi kedua (1973) dari buku William K. Frankena berjudul Ethics, maka salah satu hal yang mencolok mata adalah perhatian pengarang untuk etika keutamaan dalam edisi ke-2 itu jauh lebih besar.
Bagaimana sebaiknya hubungan antara etika kewajiban dan etika keutamaan?. Moralitas selalu berkaitan dengan prinsip serta aturan dan serentak juga dengan kualitas manusia itu sendiri, dengan sifat- sifat wataknya. Etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan dan, sebaliknya, etika keutamaan membutuhkan etika etika kewajiban.
2.1 Etika kewajiban membutuhkan etika keutamaan. Jika kita mentaati prinsip dam moral,  kita belum tentu menjadi manusia yang sungguh- sungguh baik secara moral.
2.2 Etika keutamaan membutuhkan juga etika kewajiban. Etika keutamaan saja adalah buta, jika tidak dipimpin oleh norma atau prinsip. Benci sebagai salah satu sifat watak, mudah membawa orang ke perbuatan seperti membunuh atau merugikan orang lain.
3        Keutamaan dan Watak Moral
Keutamaan adalah disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memumgkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Kemurahan hati, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang membagi harta bendanya dengan orang lain yang membutuhkan.
1.1  Keutamaan adalah suatu disposisi: suatu kecenderungan tetap berarti bahwa keutamaan tidak bisa hilang, tapi hal itu tidak mudah terjadi. Keutamaan adalah sifat watak yang ditandai dstabilitas. Sifat watak yang berubah- ubah, hari ini begini, besok lain lagi, pasti tidak merupakan keutamaan.
1.2  Keutamaan berkaitan dengan kehendak. Keutamaan adalah disposisi yang membuat kehendak tetap cenderung ke arah tertentu. Kerendahan hati, misalnya, menempatkan kemauan saya ke arah tertentu (yaitu tidak menonjolkan diri) dalam semua situasiyang dihadapi.
1.3  Keutamaan diperoleh melalui jalan membiasakan diri dan karena itu merupakan hasil latihan. Keutamaan terbentuk selama suatu proses pembiasaan dan latihan yang cukup panjang, dimana pendidikan tentu memainkan peranan penting. Proses perolehan keutamaan itu disertai suatu upaya korektif, artinya, keutamaan diperoleh dengan mengoreksi suatu sifat awal yang tidak baik. Proses keutamaan berlangsung “melawan arus”, dengan mengatasi kesulitan yang dialami dalam keadaan biasa. Keberanian, misalnya, diperoleh dengan melawan rasa takut yang lebih biasa bagi manusia, bila menghadapi bahaya.
1.4  Keutamaan perlu dibedakan juga dari ketrampilan. Seperti sifat watak non- moral membantu memperoleh keutamaan, demikian pula bakat alamiah mempermudah membentuk ketrampilan. Kita bisa menyebut setidak- tidak nya empat macam perbedaan.
1.4.1   Ketrampilan hanya memungkinkan orang untuk melakukan jenis perbuatan yang tertentu, sedabgkan keutamaan tidak terbatas pada satu jenis perbuatan saja.
1.4.2   Baik ketrampilan maupun keutamaan berciri korektif: keduanya membantu untuk mengatasi suatu kesulitan awal. Tapi disini ada perbedaan juga.
1.4.3   Perbedaan berikut berhubungan erat dengan yang tadi. Karena sifatnya teknis, keterampilan dapat diperoleh dengan setelah ada bakat tertentu, membaca buku petunjuk, mengikuti kursus, dan melatih diri.
1.4.4   Suatu perbedaan terakhir sudah disebut oleh Aristoteles (384- 322 SM) dan Thomas Aquinas (1225- 1274). Perbedaan ini berkaitan dengan membuat kesalahan.
1.5  Keutamaan ini berlaku untuk lawanya. Dalam bahasa Inggris keutamaan disebut virtue (Latin: virtus) dan untuk lawannya digunakan istilah vice (Latin: vitium). Untuk yang terakhir ini dalam bahas Indonesia bisa kita gunakan kata “keburukan”.
Menurut W.K. Frankena, ada dua keutamaan pokok, yaitu kebaikan hati dan keadilan. Menurut pandangan yang mempunyai tradisi sudah lama ada empat keutamaan pokok: kebijaksanaan, keberanian, pengendalian diri dan keadilan. Menurut Thomas Aquinas, ada tiga keutamaan yang disebut keutamaan teologis: iman kepercayaan, pengharapan, dan cinta kasih.
2.      Keutamaan dan Ethos
Keutamaan membuat manusia menjadi baik secara pribadi. Orang yang berkeutamaan itu sendiri adalh baik, bukan anak- anaknya, orang tuanya atau orang lain lagi, kecuali bila mereka sendiri memiliki keutamaan juga. Keutamaan selalu merupakan suatu ciri individual. Misalnya, suatu perusahaan bisa disebut jujur bukan sebagai perusahaan tetapi karena semua karyawannya memiliki kejujuran sebagi keutamaan. Namun demikian, sejalan dengan keutamaan yang bersifat pribadi itu terdapat juga suatu karakteristik yang membuat kelompok menjadi baik dalam arti moral justru sebagai kelompok, yakni ethos. Makna istilah ethos belum dikristalisasi penuh. Dimana yang pertama dikhususkan untuk pribadi sedangkan yang kedua mulai menunjuk terutama pada kelompok.
3.      Orang Kudus dan Pahlawan
Dalam rangka mempelajari mutu moral perbuatan- perbuatan manusia, teori- teori etika biasanya membedakan tiga kategori perbuatan.
3.1  Perbuatan yang merupakan kewajiban begitu saja dan harus dilakukan. Kita harus mengatakan yang benar; kita harus menghornati privacy seseorang.
3.2  Perbuatan yang dilarang secara moral dan tidak boleh dilakukan. Kita tidak boleh berbohong, mengingkari janji, membunuh sesama manusia.
3.3  Perbuatan yang dapat diizinkan dari sudut moral, dalam arti tidak dilarang dan tidak diwajibkan, seperti main catur di waktu senggang, menonton televisi di luar waktu kerja. Kategori ini dianggap sama luasnya dengan perbuatan yang tidak termasuk kategori pertama atau kedua.
Masih ada perbuatan jenis lain yang tidak kalah penting dalam menentukan kualitas moral manusia, yaitu perbuatan yang melampaui kewajiban seseorang tapi dinilai sangat terpuji jika dilakukan, sedangkan tidak ada orang yang akan dicela jika tidak melakukannya. Dengan suatu istilah etika yang teknis perbuatan- perbuatan semacam itu disebut “super-erogatoris” (supererogatory acts), artinya, perbuatan yang melakukan lebih daripada yang dituntut.
Dalam sebuah artikel yang terkenal, filsuf Inggris J.O.Urmson menjelaskan bahwa kata- kata “kudus” dan “pahlawan” mempunyai arti etis juga. “kudus” terutama dipakai dalam konteks keagamaan. Dan jika agama menyebut seseorang “kudus”, jelas serentak juga akan ada implikasi moral. Tapi maksud Urmson adalah bahwa “kudus” dipakai dalam arti semata- mata etis, terlepas dari segala konotasi religius. Dan “pahlawan” sering kita katakan tanpa maksud moral apapun.
Ada tiga macam situasi dimana seseorang bisa disebut kudus atau pahlawan dalam arti ekslusif etis.
5.1.1 Kita menyebut seseorang kudus, jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan dimana kebanyakan orang tidak melakukan kewajiban mereka, karena terbawa oleh keinginan tak teratur atau kepentingan diri. Misalnya, orang tertentu selalu jujur, walaupun sering tergiur oleh kesempatan melakukan korupsi dengan mudah sekali.
Sejalan dengan itu, kita menyebut seseorang pahlawan jika ia melakukan kewajibannya dalam keadaan dimana kebanyakan orang tidak akan melakukan, karena terpengaruh oleh teror, ketakutan atau kecenderungan alamiah untuk mempertahankan hidupnya. Misalnya, seorang prajurit di medan perang tetap tinggal pada posnya dan tidak melarikan diri, walaupun menghadapi bahaya maut.
5.2.1 Kita menyebut juga seseorang kudus, jika ia melakukan kewajiban dalam keadaan dimana kebanyakan orang tidak akan melakukannya, bukan karena disiplin diri yang luar biasa melainkan dengan mudah dan tanpa usaha khusus. Dengan kata lain, ia melakukan kewajibannya karena keutamaan.
Seseorang bisa disebut pahlawan, jika melakukan kewajibannya dengan mengatasi ketakutan dalam keadaan dimana kebanyakan orang akan melarikan diri, bukan karena disiplin yang luar biasa, melainkan karena ia memiliki keutamaan keberanian.
5.1.3 Tetapi kita menyebut juga seseorang kudus atau pahlawan, jika ia melakukan lebih daripada yang di wajibkan. Gelar “kudus” atau “pahlawan” terutama kita pakai sebagai gelar etis untuk menunjukkan orang yang menurut pandangan umum melampaui batas- batas kewajibannhya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar